free counters

Tuesday, December 22, 2009

Parasitiology relations

Sisi negatif penilaian kita terhadap orang lain adalah bahwa tanpa sadar kita mengunakan diri sendiri sebagai tolak ukur. Oleh sebab itu muncul peribahasa, “Jangan mencubit, kalau tidak ingin di cubit”atau “sejauh kapal berlayar, pasti akan singah ke dermaga”. Semua penilaian pada akhirnya akan kembali pada diri sendiri. Di cubit itu memang sakit. Tapi seberapa sakit, tergantung dari yang di cubit. Ada yang dicubit sampai berdarah, tapi tidak merasakan apa-apa. Dan yang terasa mesra adalah jika bermain “cubit-cubitan” asal jgn keterlaluan. Sebab kegiatan “Cubit-mencubit” yang asyik ini pun jika tidak sesuai dengan norma dan tradisi bisa menjadi pemicu perang saudara.

Tidak ada seorang pun yang ingin menjadi “Parasit Obligat” secara sadar. Tapi kebanyakan orang tidak sadar. Sebab manusia memiliki sifat egosentris. Menjadikan diri sebagai patokan, sebab itu munculah sebuah kalimat sindiran, “Gajah didepan mata tidak nampak, semut diseberang lautan tampak”. Kesalahan sendiri seberapa besar pun pasti akan diabaikan, tapi kesalahan orang lain sekecil apapun pasti di perhitungkan.

Setiap tindakan pasti ada alasan. Seorang yang baik, sabar, penyanyang bisa saja jadi pembunuh yang kejam. Memang lebih mudah kalau kita mengantainya, “Memang dia orang jahat!” habis perkara. Tapi hidupkan tidak begitu sederhana. Pertanyaan yang biasa adalah, “Kenapa dia membunuh? Apa salah orang yang dibunuh?” hingga munculah istilah “Justice”.

Istilah Jahat sangat susah untuk di terjemahkan secara harfiah. Setiap sesuatu atau perbuatan yang tidak sesuai panca indera kita pasti di label “jahat” atau “buruk”. Tak kisah apa dan siapa. Seperti dalam sebuah karya Kahlil Gibran, “Panampakan sesutau/seseorang itu tergantung dari suasana hati” kala suka di puja, kala benci di caci maki. Orang yang baik pada kita, bukan berarti dia baik pada orang lain. Abstract lah sifatnya kalau seseorang itu berkata langtang membela seorang dengan mengatakan “Sebenarnya hatinya baik, mulutnya saja yang jahat” (no offence pls, hanya contoh). Baik hati pada siapa? Bermulut jahat pada siapa? Siapa yang tahu isi hati orang? Siapa yang bisa melihat masa depan? Seorang ibu yang membesarkan anaknya penuh kasih selama berpuluh- puluh tahun, pasti tidak akan menyangkah jika suatu ketika anaknya menjadi pembunuh.

Percayalah pada Hukum Karma.
Apa yang terjadi pada kita, pasti akibat yang didapat dari perbuatan keluarga kita. Baik atau buruk.
Hukum karma ada karena pertalian darah. Jika kita berbuat jahat, tapi orang sekitar selalu melayan kita dengan baik, pasti karena leluhur kita dulu banyak menanam budi. Jika kita selalu berbuat baik, tapi hasilnya selalu negatif.... Intropeksi! Bukan hanya untuk diri sendiri. Tapi untuk family juga. Sebab mereka adalah Karma kita. Yang menanam, tidak selamanya menjadi yang menuai!
Jika kita menanam pokok, bisa jadi yang menikmati hasilnya sanak kadang/ anak cucu kita. Atau kalau yang menanam moyang/ orang tua/ saudara / suami, bisa jadi kita yang memetik hasilnya.

Percayalah, Hidup Ini lebih indah jika kita melihatnya secara sederhana. Pakailah rinsip “IMPAS/ SERI” prisip ini akan meminimalkan sakit hati dan penderitaan diri. Setidaknya kita bisa berkata menghibur diri di akhir Insiden , ”Tak apalah dia cubit saya, saya dah balas cubit dia pun”. Dan besok atau lusa jika bersua....”No more Hurt feeling!”
Too Good to be True???
Just Try! Nothing to loose!

Sunday, November 29, 2009

Senandung Duka Sekeping Hati

Kerinduan, penyesalan, dan rasa bersalah....itulah kini yang tinggal. Satu saja sudah cukup membuat hati merana apalagi tiga...

"Meminta maaf tidak akan membuat kita rendah..."

Air mata memang tak akan menghapus rasa sesal. Tapi mampu untuk meredahkan rasa sesak yang diakibatkannya. Rasa bersalah mengejarku bagai bayangan yang tak mau lepas dan hengkang.

Terkadang ada niat untuk menyerah kalah. Terkadang ada hasrat untuk membuang duka dalam satu pengakhiran yang tragis. Namun adakah semua itu akan menghilangkan derita dalam hati? itu lah yang meragukan....if future can't see..what else beyond it...

Satu langkah yang kita ambil di awal perjalanan menentukan segalanya. Tergelincir sekali saja, kita akan terjatuh, terkapar ataupun terluka. Beruntung jika kita boleh bangun kembali. Jika Terlentang selamanya....?

Aq tidak akan mengatakan aku telah salah langkah, atau menyesali perjalanan yang telah kutempuh ini. Tidak sama sekali. BAhkan jika akhirnya tidak berakhir sesuai yang diharapkan....itu tidakpun menjadi soal....hanya saja sebentuk cinta yang hadir diantaranya..itulah yang sangat menyakitkan untuk di kenang.

Karena kenangan manis itu tak mudah di lupakan. Dan kasih sayang itu abadi.

Setiap saat hanya mampu berdoa dengan deraian airmata. Semoga waktu akan segera menghapusnya...
Jika tidak pun...setidaknya berilah sedikit kekuatan untuk menghadapinya. Agar bisa bangkit dengan perkasa meski terluka parah.

Tuesday, September 1, 2009

Bukan Salah Bunda mengandung, salah Bapak punya…..

Mendidik anak adalah pekerjaan yang melelahkan tapi berbalaoi. Tetapi harus sabar dan telaten. Tidak boleh kasar juga tidak boleh terlalu lunak. Medium… Yang penting di siplin.

Anak Kecil cenderung mengikut kebiasaan dan tingkah lalu orang tua mereka. Menjadikan orang tua sebagai contoh dan teladan. Diluar faktor genetik, anak akan lebih muda di didik dengan cara menjadikan tingkah laku dan habit orang tua sebagai contoh kongkrit. Sebab itu orang tua dalam mendidik anak di harapkan dapat menjadi seorang yang:
Ing Ngarsa Sung Tuladha
(Di depan, memberi tauladan)
Ing Madya Mangun Karsa
(Ditengah, menyumbangkan ide, prakarsa dan memberi semangat)
Tut Wuri Handayani
(Dari belakang, harus bisa memberikan dorongan dan arahan)

Jadi dengan memberi tauladan, semangat, dorongan dan arahan di harapkan seorang anak itu berkembang menjadi individu yang nantinya bukan hanya berbakti pada orang tua tetapi juga pada bangsa dan agama. Memang jalan menuju kearah itu sangat sukar dan penuh kendala. Itu sebabnya menjadi orang tua itu tidak mudah. Seperti kata orang, membuat anak itu mudah, tapi mendidiknya itu yang susah.

So, para orang tua,perbaiki diri anda sebelum anda berdiri di depan memberi tauladan dan berdiri di belakang memberi arahan. Karena semangat yang anda sumbangkan tidak akan berarti apa jika nahkodanya tidak fit.

Must have Blog